Banjir Besar di China Barat Daya: Lebih dari 80 Ribu Orang Mengungsi, 6 Tewas
Dipublikasikan pada 26 Jun 2025 | Oleh Admin | Kategori: Berita

Guizhou, China – Musim panas yang ekstrem tengah melanda Tiongkok. Sementara sebagian besar wilayah negeri Tirai Bambu itu dilanda gelombang panas yang membakar, wilayah lainnya justru dihantam hujan deras yang menyebabkan banjir besar. Salah satu wilayah yang terdampak paling parah adalah Provinsi Guizhou di barat daya China.
Hingga Selasa sore (24/6/2025), lebih dari 80.900 warga Guizhou telah dievakuasi akibat banjir hebat yang menerjang berbagai kawasan. Di Kabupaten Rongjiang, banjir bahkan merendam sebuah lapangan sepak bola dengan ketinggian air mencapai tiga meter. Seorang warga yang dievakuasi mengatakan mereka diselamatkan dari lantai tiga rumah mereka setelah air naik dengan cepat.
Xiong Xin, seorang anggota tim penyelamat yang berada di lokasi, menggambarkan peristiwa ini sebagai banjir terburuk dalam 50 tahun terakhir. Situasi di lapangan sangat genting, dengan dataran rendah yang terendam, kerusakan infrastruktur, hingga pemadaman komunikasi yang memperburuk kondisi penyelamatan dan evakuasi.
Kantor berita pemerintah Xinhua melaporkan bahwa pemerintah pusat telah mengalokasikan 100 juta yuan (sekitar Rp227 miliar) untuk mendukung upaya tanggap darurat dan pemulihan di Guizhou. Namun demikian, musibah ini juga merenggut korban jiwa. Hingga Kamis pagi (26/6/2025), enam orang dinyatakan meninggal dunia akibat banjir yang masih merendam sebagian wilayah Guizhou.
Pemerintah China melalui pusat pengendalian banjir juga melaporkan bahwa proses pemulihan dan rekonstruksi pasca-banjir telah dimulai, bersamaan dengan pencarian korban yang kemungkinan masih terjebak. Meskipun ketinggian air saat ini telah turun di bawah batas peringatan, namun kerusakan yang ditinggalkan sangat signifikan.
Tak hanya Guizhou, banjir juga melanda wilayah Guangxi dan Hunan yang berdekatan. Di Provinsi Hunan, puluhan ribu orang telah dievakuasi sejak pekan lalu akibat hujan yang terus mengguyur. Beberapa hari sebelumnya, Topan Wutip juga memaksa hampir 70 ribu warga di China selatan untuk mengungsi.
Ironisnya, di saat sebagian wilayah China berjuang melawan banjir, wilayah lain seperti Beijing justru menghadapi suhu panas ekstrem. Otoritas setempat bahkan telah mengeluarkan peringatan panas tingkat tinggi bagi ibu kota, menyebut hari-hari ini sebagai yang terpanas dalam tahun 2025 sejauh ini.
Pelajaran Berharga untuk Indonesia
Bencana banjir besar di China menjadi peringatan keras bagi Indonesia, negara yang juga rawan terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan. Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil antara lain:
-
Kesiapsiagaan harus ditingkatkan secara menyeluruh, bukan hanya di wilayah yang rawan banjir, tetapi juga di area yang berpotensi terdampak perubahan iklim ekstrem, termasuk kekeringan dan gelombang panas.
-
Investasi dalam sistem peringatan dini, SCADA banjir, dan digitalisasi informasi menjadi kebutuhan mendesak, terutama dalam mengantisipasi lonjakan curah hujan ekstrem.
-
Pentingnya manajemen tata ruang dan pemetaan zona rawan bencana, agar pembangunan tidak dilakukan di area rawan banjir seperti dataran rendah tanpa mitigasi yang memadai.
-
Pendekatan terintegrasi antara pengendalian banjir dan perubahan iklim harus menjadi bagian dari kebijakan nasional, termasuk adaptasi terhadap siklus ekstrem yang semakin sering terjadi.
-
Partisipasi masyarakat dan edukasi publik harus terus digalakkan, agar evakuasi dan penyelamatan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.
Musibah di China memperlihatkan bahwa skenario terburuk bisa datang kapan saja, bahkan di negara dengan infrastruktur kuat. Indonesia perlu mempercepat kesiapan menghadapi krisis iklim dan bencana, bukan hanya dengan reaksi cepat saat terjadi, tetapi melalui perencanaan yang matang dan sistematis jauh sebelumnya.